PADANG, – Jemaah Tarekat Naqsabandiyah di Kota Padang menetapkan Hari Raya Idul Adha jatuh pada Jumat (8/7/2022).
Hal tersebut berbeda dengan penetapan Hari Raya Idul Adha yang dibuat oleh PP Muhammadiyah yakni Sabtu (9/7/2022), atau pemerintah Minggu (10/7/2022).
“Kalau kami di sini Idul Adha pada tanggal 8 Juli, ” ujar Zahar Malin Permato selaku Imam Surau Baru yang merupakan basis jemaah Tarekat Naqsabandiyah di Kecamatan Pauh, Padang, Jumat (1/7/2022).
Dia menuturkan, penetapan Hari Raya Idul Adha tersebut berdasarkan hitungan awal pertama puasa Ramadan kemarin yakni 1 April 2022.
Baca juga:
Ilham Bintang: Ya Allah, Menteri Agama
|
Zahar menyebutkan, untuk penetapan hari raya, jemaah Tarekat Naqsabandiyah menggunakan lima metode perhitungan waktu.
Pertama, metode hisab yakni hari apa puasa tanggal yang terdahulu. Apabila puasa dimulai Senin, maka ditentukan 360 hari setelah itu.
Metode selanjutnya yaitu rahiyah dengan cara memusyawarahkan bersama jemaah lainnya yang sama-sama Tarekat Naqsabandiyah, untuk disepakati tanggal Hari Raya secara bersama-sama.
“Kita berkumpul bersama-sama dan akhirnya kita tentukan tanggal berapa jatuhnya hari-hari besar tersebut. Misalnya hari Senin atau bagaimana. Kalau telah sama kesepakatannya, maka itulah hari yang sah, ” jelasnya.
Selanjutnya, metode dalil yakni mengandalkan otak atau logika. Dalam metode ini, jemaah memperhatikan bulan secara langsung dengan mata telanjang dan melihat apakah ada persatuan antara bulan dan matahari ketika tenggelam di ufuk barat.
Kemudian, metode ijma’ yang mana pada metode ini diperhitungkan harinya. Berdasarkan metode sebelumnya yaitu menghitung berapa menit tenggelamnya bulan pada malam hari.
Terakhir, metode qiyas di mana umat memperhatikan kondisi alam seperti gelombang laut yang besar diakibatkan oleh perubahan bulan, atau dilihat dari gelombang yang besar.
“Kalau gelombang di laut besar itu tandanya bulan sudah berganti. Pukul berapa gelombang besar terjadi, dan tanggal berapa nelayan tidak pergi melaut karena ombak yang besar. Maka di situlah kita tentukan tanggalnya, ” ujarnya.
Lebih lanjut, Zahar menerangkan, pada tahun ini, jemaah Tarekat Naqsabandiyah tidak melakukan kurban. Hal tersebut karena tidak ada dana dari jemaah untuk membeli hewan ternak kurban.
“Tahun sekarang kami tidak ada kurban, sama seperti tahun sebelumnya. Mungkin karena tidak adanya dana. Kami pun tak ingin memaksakan jemaah untuk berkurban. Nanti takutnya jadi tidak ikhlas dan percuma jika dipaksa, ” sebutnya.(**)